top of page

Gerakan Dana Siswa Bergerak Memangkas Angka Putus Sekolah



Pendidikan menjadi salah satu tulang punggung bagi Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu memajukan Indonesia di masa depan. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan, salah satunya tingginya angka putus sekolah.


Kondisi ini dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut angka putus sekolah di Indonesia meningkat pada 2022.


Secara rinci, angka putus sekolah di jenjang SMA mencapai 1,38 persen pada 2022. Angkanya itu naik 0,26 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,12 persen.


Angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06 persen pada 2022. Persentase tersebut juga meningkat 0,16 persen dari tahun lalu yang sebesar 0,90 persen.


Terakhir, angka putus sekolah di jenjang SD juga masih terbilang sebesar 0,13 persen. Persentasenya lebih tinggi 0,01 persen dibandingkan pada 2021 yang sebesar 0,12 persen.


Banyak faktor penyebab tingginya angka putus sekolah ini, salah satunya adalah faktor ekonomi. Untuk memutus tingginya angka putus sekolah, maka dibutuhkan sejumlah solusi, di antaranya yang dilakukan oleh Yayasan Dana Mustadhafin, melalui program Gerakan Dana Siswa (GDS).


“Salah satu peran Dana Mustadhafin melalui GDS adalah memutus mata rantai gagal sekolah, menyelamatkan anak-anak dari putus sekolah,” kata Manager Dana Mustadhafin Eko Nugroho.


GDS merupakan merupakan salah satu program divisi pendidikan yang dihadirkan Dana Mustadhafin untuk membantu pendidikan anak-anak dari SD sampai SMA. Program ini dibuat dengan melibatkan peran Orang Tua Asuh (OTA) untuk membantu memberikan biaya pendidikan.


Tak hanya dalam bentuk dana, GDS juga secara berkala, yaitu tiga bulan sekali memberikan bimbingan dan pembinaan untuk membangun mental dan spiritual mereka. Anak didik GDS juga akan diajarkan character building.


“Memberikan motivasi untuk terus belajar mengejar cita-citanya, diberi soft skill bagaimana berada di lingkungan sekolah sekaligus mempunyai kecakapan, public speaking, cara berkomunikasi yang baik,” tutur Eko.


“Peserta GDS adalah mereka yang secara ekonomi kurang mampu dan anak yatim, tapi karena mempunyai semangat belajar, mereka bisa menjadi peserta GDS,” tambahnya.


Bukan isapan jempol belaka, salah satu anak didik GDS, Siti Silfilah Sulfah mengatakan menerima banyak manfaat dari program tersebut.


“Alhamdulillah banyak sekali manfaat yang dirasakan, karena GDS tidak cuma memberi bantuan uang, tapi banyak juga ilmu lain yang saya terima,” kata Siti.


Ia kemudian menceritakan bagaimana dirinya mendapatkan pelatihan menulis cerpen di GDS dan tulisan itu ternyata menjadi tulisan cerpen terbaik kala itu. Selanjutnya, cerpen yang ditulisnya itu dikembangkan untuk lomba di tingkat sekolahnya.


“Alhamdulillah juga dapat juara 1,” tuturnya.


Siti yang sudah bergabung dengan GDS sejak kelas 4 Sekolah Dasar hingga kelas 1 SMA saat ini mengatakan tak pernah terbersit dipikirannya bahwa dirinya memiliki bakat untuk menulis, hingga bergabung dengan GDS.


Manfaat GDS ini juga diakui Ibu Siti, Tuti Nurhayati. Baginya GDS telah membantu banyak hal, terutama membantu meringankan beban biaya sekolah anaknya.


“Waktu itu kami masih ngontrak, kadang ada saja kesulitan, karena itu sangat membantu buat kami,” ujarnya.


Apalagi, kata Tuti ketika itu gaji suami hanya UMR, sementara ada tiga anak lagi yang harus dibiayai sekolahnya.


“Alhamdulillah dengan adanya bantuan GDS sangat terbantu terutama untuk beli alat-alat sekolah,” katanya.


Salah satu orang tua asuh, Zaenal Arifin Muslim mengatakan tak meragukan lagi bila GDS mampu mengurangi jumlah anak putus sekolah. Sebab menurutnya, faktor terbesar anak putus sekolah karena persoalan ekonomi.


“Jadi kalau ada anak putus sekolah itu faktor terbesarnya karena ekonomi, memang betul GDS ini untuk mengurangi angka putus sekolah,” katanya.


Bagi pria yang bekerja di perusahaan baja ini, pendidikan pada era sekarang tak seharusnya menjadi kebutuhan sekunder, melainkan sudah seharusnya menjadi kebutuhan primer masyarakat, setara dengan kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan.


Selain itu ia juga bersyukur umat Islam di Indonesia mulai menyadari bahwa salah satu kewajiban mereka adalah kewajiban sosial, bukan hanya yang bersifat wajib seperti infak, sedekah dan lain-lain. Namun yang juga perlu digalakkan menurutnya adalah bagaimana menghimpun atau koordinasikan potensi umat yang demikian besar sehingga lebih terkoordinasi.


“Dana Mustadhafin dengan GDS adalah salah satu upaya yang baik untuk mengorganisasikan para donatur ini, sehingga bisa tersalurkan tepat sasaran, kemudian juga secara jumlah terdistribusi secara merata,” tuturnya.


Ia mengaku menyalurkan dana bantuan ke Dana Mustadhafin karena berpendapat para pengurusnya sudah terpercaya.


“Saya makin lama kepercayaan saya kepada Dana Mustadhafin makin tinggi, alhamdulillah begitu ada rezeki saya juga mendonasikan untuk program lain di Dana Mustadhafin, selain yang rutin donasi untuk GDS,” katanya.


Eko mengatakan, hingga saat ini cakupan peserta didik GDS adalah di wilayah Jabodetabek. Ada sebagian di luar wilayah itu.


Kepada orang tua asuh, Eko mengatakan menjanjikan dana yang mereka sumbangkan akan digunakan secara baik dan tepat sasaran, serta transparan.


“Karena itu ada laporan yang dibuat dua kali dalam setahun untuk melaporkan semuanya,” ujar Eko.


Namun, Eko mengaku program GDS ini bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangannya adalah daftar tunggu peserta GDS yang masih panjang, sebab jumlah orang tua asuh masih belum sebanding dengan kebutuhan siswa.


“Karena itu Dana Mustadhafin tak henti-hentinya mengajak kepada siapa saja untuk menjadi orang tua asuh,” tutur Eko.


Pada 2022, program GDS telah membantu 139 anak didik dengan rincian 36 anak didik di Sekolah Dasar (SD), 43 anak didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP), 60 anak didik di Sekolah Menengah Atas (SMA).


Jumlah itu naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 32 untuk anak SD, 46 untuk anak SMP dan 55 untuk anak SMA.


Sementara data sebaran anak didik GDS masih didominasi di Jakarta, kemudian Jawa Barat, Jawa Timur dan sejumlah provinsi lain, termasuk yang di luar Pulau Jawa.


Program GDS dibuat juga untuk ikut serta mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SGDs), yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk, memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua, dan memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua, untuk semua usia.


Bagi Bapak/ Ibu yang ingin berkontribusi mendukung program pendidikan dan masa depan mereka, silakan klik:

atau

BCA 375 303 8198

MANDIRI 070 00 0660057 6

a.n Yayasan Dana Mustadhafin


Dana Mustadhafin

Peduli dan Terpercaya



Comments


bottom of page