top of page

Filosofi Zakat



Islam tidaklah hanya muncul sebagai agama yang cuma mengelola norma-norma akhlak dan akidah semata, akan tetapi Islam telah menapakkan kakinya sebagai sebuah “agama yang sempurna” yang di dalamnya telah terantisipasi seluruh kebutuhan material dan spiritual manusia. Islam mempunyai perhatian yang khusus terhadap orang-orang miskin, dan Islam senantiasa memerangi perbedaan kasta dalam tingkatan sosial.


Dalam bukunya 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan, Prof. Natsir Makarim menjelaskan bahwa zakat adalah sebagai salah satu dari sumber Baitul Mal ini, karena itu peran zakat dianggap memiliki peran yang amat krusial dalam Islam. Tidak ada keraguan lagi bahwa di dalam masyarakat terdapat orang-orang yang kehilangan pekerjaan, sakit, cacat jasmani dan juga para yatim yang tidak memiliki pelindung dan lain sebagainya, yang tentunya merupakan problema yang perlu mendapat perhatian dan solusi.



Allah Swt berfirman: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)


Sewaktu pemerintahan Rasulullah ﷺ untuk mempertahankan ketahanan intern dalam menghadapi serangan musuh, negara pun membutuhkan kehadiran para tentara yang siap untuk berjihad di mana kompleksitas biaya untuk mereka ini dibebankan di atas pundak pemerintah. Demikian juga dengan para pegawai pemerintah Islam, pekerja sosial, kehakiman, fasilitas-fasilitas komunikasi, dan pusat penyebaran agama, masing-masing membutuhkan pembiayaan, yang tanpa adanya penopang harta yang teratur dan meyakinkan, semua ini tidak akan mampu bertahan lama. Atas dasar ini, di dalam Islam persoalan zakat yang pada hakikatnya merupakan sebuah bentuk “pajak penghasilan dan produksi” dan “pajak atas kekayaan yang tidak bergerak”, mendapatkan perhatian yang khusus.



Allah Swt berfirman: “Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43)


Zakat berada dalam jajaran ibadah paling penting dan dalam banyak hal, zakat telah disebutkan pula secara bersama-sama dengan salat dan bahkan, termasuk salah satu syarat bagi terkabulnya salat yang dilakukan oleh seseorang. Orang-orang yang enggan dan mengingkari pemberian zakat dianggap sebagai orang-orang yang murtad. Mereka harus dinasihati dengan cara yang baik dan lembut.


Menarik untuk diperhatikan, bahwa dalam begitu banyak riwayat yang autentik, ukuran zakat ini telah ditentukan secara cermat dan teliti di dalam Islam, sehingga apabila keseluruhan muslim menunaikan zakat dari kekayaannya dengan cara yang benar dan sempurna, bisa dipastikan tidak akan ada lagi seorang pun di dunia ini yang hidup dalam keadaan fakir.


Sayidina Jafar Shadiq ra berkata: “Jika seluruh masyarakat menunaikan zakat dari kekayaan mereka, niscaya tidak akan tersisa seorang muslim pun yang berada dalam keadaan fakir, kekurangan, kelaparan dan hidup tanpa pakaian di dalam sebuah masyarakat, kecuali karena dosa orang-orang yang kaya.”


Dari berbagai riwayat bisa pula kita simpulkan bahwa pembayaran zakat akan menyebabkan terjaganya kekayaan dan memperkuat fundamen kekayaan itu sendiri, sedemikian rupa sehingga apabila masyarakat melupakan prinsip penting Islam ini, itu akan memunculkan jurang pemisah yang amat dalam antara unsur-unsur sosial yang ada. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah lonceng bahaya bagi kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang yang cukup.


Sayidina Musa bin Jafar ra berkata: “Jagalah kekayaanmu dengan cara membayar zakat.


Dana Mustadhafin

bottom of page