top of page

Menghindari Kematian yang Su’ul Khatimah


Su’ul khatimah dapat dicontohkan dengan orang-orang yang ketika masa mudanya baik-baik, banyak melakukan amal saleh, tetapi di ujung hidupnya setelah kekayaan mengalir kepadanya, dia melakukan kemaksiatan, kekufuran dan kefasikan, setelah sebelumnya beriman dan bertakwa. Karena itu, di dalam Islam, kalau ada orang tua melakukan kemaksiatan, dia akan memperoleh siksaan lebih banyak, memperoleh ancaman lebih banyak daripada anak muda yang melakukan kemaksiatan yang sama.


Rasulullah saw pernah bersabda bahwa ada tiga orang yang tidak akan Allah perhatikan dia pada hari Kiamat, dan Allah tidak akan bersihkan dia. Dua di antaranya adalah orang tua yang berzina dan orang miskin yang takabur. Anak muda yang berzina itu berdosa, tapi orang tua yang berzina itu berdosa lebih besar lagi, karena dia berada di ujung kematiannya. Dia mengalami su’ul khatimah.


Sebenarnya, selama kita di dunia ini, Allah telah membersihkan diri kita dengan berbagai ujian dan musibah. Kita juga membersihkan diri kita dengan istighfar, dengan bertobat, dengan amal saleh. Nanti, ketika maut menjemput, dan masih ada dosa-dosa di dalam diri kita, Allah belum mau menerima kita. Maka di alam kubur kita memperoleh pembersihan berikutnya, yaitu dengan azab kubur, juga dengan doa-doa kaum muslim yang dikirimkan kepada kita, dan dengan amal jariyah.


Jika dengan itu pun belum bersih juga dosa kita, nanti ketika dibangkitkan pada di akhirat, kita akan mengalami kesusahan yang luar biasa, kemelut yang menakutkan pada hari Kiamat nanti. Kemelut itu juga menjadi pembersih terhadap dosa-dosa kita. Kalau itu pun belum bersih juga, maka tempat nerakalah tempatnya.


Neraka sebenarnya adalah ungkapan kasih sayang Allah, untuk membersihkan kita. Tapi ada juga yang sudah dimasukkan ke neraka masih belum bersih juga, lalu dia berharap untuk memperoleh syafaat Rasulullah saw atau para imam yang suci. Kalau itu pun tidak dia peroleh, tinggal satu harapan lagi, yaitu kasih sayang Allah. Allah memerhatikan dia kemudian Allah menyucikan dia. Itu adalah yang terakhir.


Tetapi kata Rasulullah saw ada orang yang sampai terakhir pun Allah tidak memerhatikannya. Siapa orang yang malang tersebut? Orang-orang yang mati dalam keadaan su’ul khatimah? Kata Nabi, ada tiga orang; Kehinaan setelah mengalami kemuliaan, kekafiran setelah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, dan meninggalkan dunia ini tanpa membawa keimanan atau meninggalkan dunia dalam keadaan berbuat dosa. Inilah yang paling buruk.


Dalam sejarah Islam, ada banyak contoh orang yang mengalami su’ul khatimah. Rasulullah saw diperintahkan Allah Swt untuk membacakan kepada umatnya kisah orang-orang yang mengalami su’ul khatimah untuk dijadikan pelajaran bahwa orang yang saleh sekarang ini mungkin orang yang akhlaknya baik, yang ahli ibadah, bisa saja mengakhiri hidupnya sebagai orang yang berbuat kefasikan.


Allah berfirman kepada Rasul-Nya: “Bacakan oleh kamu (Muhammad) kepada orang-orang Islam itu kisah orang-orang yang telah kami berikan kepada dia ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan dirinya dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti setan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. AI-A'raf: 175)


Biasanya orang sesat itu mengikuti setan, tapi di sini AIquran bercerita setan pun sampai ikut kepadanya. Dia jadi imamnya setan dan dia termasuk orang-orang yang sesat.


Menurut para ahli tafsir, ayat ini bercerita tentang seorang ulama besar yang mempunyai banyak pengikut dan doanya selalu dikabulkan Allah. Para ulama menyebut dia memperoleh asma Allah yang agung, yang kalau dia sebutkan Allah pasti mengabulkan doanya. Dia orang yang sangat saleh. Tetapi kemudian dia tertarik dengan dunia. Dia hidup pada zaman Nabi Musa a.s. Setelah dia menjadi ulama besar, setelah dia memperoleh ayat-ayat Allah, setelah dia mengetahui nama Allah yang agung, kemudian di akhir hayatnya dia tertarik dengan dunia, lalu dia bergabung dengan Firaun.


“Sekiranya Kami kehendaki, Kami angkat derajatnya (karena ilmunya, dan kesalehannya itu), dengan ayat-ayat itu, tetapi karena dia ini tertarik kepada urusan dunia, dia tertarik ke bumi, (bukan tertarik ke langit), dan mengikuti hawa nafsunya. Perumpamaannya seperti anjing yang jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga.” (QS. Al-A'raf: 176)


Dia bergabung dengan Firaun dan dia diminta berdoa untuk kecelakaan kaum Nabi Musa. Berangkatlah dia ke sebuah tanah lapang untuk membacakan doa bersama untuk kecelakaan Nabi Musa. Waktu dia berangkat ke tanah lapang dia mengendarai keledai. Ajaib, keledai itu tidak mau berangkat, dia mogok. Walaupun dia pukuli keledainya, tetap ia tidak mau berjalan. Kemudian Allah membuat keledai itu bicara: “Celaka kamu, kenapa kamu pukuli aku. Apakah kamu ingin aku mendatangi bersama kamu suatu tempat agar kamu mendoakan kejelekan bagi Nabi Allah dan kaum mukmin?”


Tidak henti-hentinya keledai itu dipukuli sampai akhirnya keledai itu mati. Kata para ulama, ada dua ekor binatang yang tinggal di surga nanti: anjing ashabul kahfi dan keledainya Bal’am bin Baurah. Allah memberikan perumpamaan dengan keledai itu, untuk memberikan pelajaran bahwa seorang ulama yang bisa dibeli dengan dunia, yang menjual agamanya karena dunia, derajatnya lebih rendah daripada keledai. Keledai yang ditungganginya bisa masuk surga, tapi ulamanya bisa masuk neraka. Alquran memberikan perumpamaan ulama yang mengalami su’ul khatimah itu, dengan perumpamaan yang paling keras.


Ulama seperti ini oleh Alquran diperumpamakan seperti anjing, jika kita serang dia, dia julurkan lidahnya, kalau kita tinggalkan dia, dia tetap menjulurkan lidahnya. Sebagian ulama mengatakan, ulama-ulama yang seperti itu, tidak henti-hentinya menyebarkan fitnah. Kalau kita serang, keluar fitnah dari mulutnya; kalau tidak kita serang, juga tetap saja keluar fitnah dari mulutnya, karena kecintaannya pada dunia.

bottom of page