top of page

Haji sebagai Tauhidul Ummah



“…Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”. (QS. Ali Imran: 97)


Di antara ritual ibadah-ibadah yang disyariatkan ajaran Islam adalah haji. Ibadah ini merupakan bentuk ibadah yang istimewa, karena hanya diwajibkan sekali seumur hidup, dan tidak bisa dilakukan di sembarang waktu. Dalam setahun, rangkaian ibadah haji hanya dilakukan hanya dalam tempo lima sampai enam hari, mulai tanggal 8 sampai 12 atau 13 Zulhijah. Ibadah haji juga dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan. Dimulai di Miqat (tempat dimulainya niat beribadah haji), kemudian Masjidil Haram, Mina, Arafah, dan Muzdalifah. Begitu pun jenis pakaian dan cara berpakaian dibuat sama yang menunjukkan kesetaraan.



Amalan-amalan haji yang sangat agung ini mampu menyatukan segala perbedaan warna kulit, bahasa, asal negara, tingkat sosial, dan lain-lain. Juga, mampu menyatukan semuanya dalam satu kesatuan, sehingga semuanya merasa sebagai satu umat sebagaimana yang dikehendaki Allah. Ritual haji membuktikan bahwa dimensi persamaan mereka jauh lebih banyak dari sisi perbedaan.


Sepanjang sejarah, muslim menelan kemunduran terbesar akibat melupakan dimensi persamaan dan menaruh perhatian pada sisi-sisi perbedaan. Kebijakan pecah belah antara sesama muslim telah menjadi kebijakan strategis musuh-musuh Islam untuk menancapkan pengaruh di tengah mereka.


Ibadah haji yang merupakan momentum istimewa di mana seluruh muslim dari penjuru dunia hadir dengan tujuan yang sama yaitu ketaatan menjalankan perintah Tuhannya. Dalam ritual ini Allah Swt perlihatkan kekuatan dan kebesaran Islam dalam dalam satu tempat dan peristiwa yang sama. Momen ini merupakan wujud nyata persatuan kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia, mulai dari timur barat, utara dan selatan dan konteks keumatan yang sangat besar.



Maka sebenarnya, orang yang berhaji sedang diberi pelajaran penting dalam bermasyarakat ialah tentang persatuan umat Islam. Persatuan itu tidak mengenal asal negara, bangsa, suku, etnis, golongan, organisasi, atau bahkan mazhab. Pengikut mazhab yang berbeda-beda pada saat menjalankan ibadah haji, mereka melakukan kegiatan ritual yang sama, simbol-simbol atau lambang yang sama, dan bahkan doa-doa yang dibaca pun juga sama. Umat Islam benar-benar menjadi bersatu dan bersama-sama khusyuk menjalankan menjalan ritual haji.


Jika pelajaran dari pelaksanaan haji itu ditangkap sepenuhnya, maka tidak ada alasan umat Islam bercerai berai hanya atas dasar alasan berbeda bangsa, suku, golongan, ataupun juga mazhab yang diikuti. Tatkala sedang dalam ibadah haji mereka bisa bersatu dan bersama-sama, maka setelah pulang ke negerinya masing-masing pelajaran itu seharusnya masih diingat dan dilaksanakan. Haji menjadi tauhidul umah yang akan mengantarkan Islam kepada kejayaan dan kemakmuran.



bottom of page