top of page

Ikatan Persahabatan dalam Islam

Diperbarui: 7 Des 2021



Islam sangat menekankan supaya setiap kecintaan, kecenderungan, dan hubungan antar manusia didasari oleh pondasi yang kuat sehingga dengan itu akal dan naluri kita dapat terpuaskan. Substansi kecintaan, kecenderungan dan hubungan antar sesama manusia akan melahirkan kedekatan dan rasa kasih sayang di antara mereka, dan sebagai konsekuensinya semua dimensi kehidupan dan alam pemikirannya akan terpengaruh oleh gaya kehidupan sahabatnya, baik secara naluri maupun cara berpikir. Hal ini disebabkan kasih sayang -secara alamiah- akan membuat seseorang serupa dengan orang yang selalu dekat dengannya.


Sering terjadi hubungan kerabat dan keluarga ternyata tidak mampu menghilangkan dahaga jiwa seseorang sehingga ia merasa asing hidup di tengah-tengah mereka, di satu sisi juga sering terjadi orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerabat dengannya, tetapi ia menganggap mereka sebagai keluarga sendiri dan menemukan dirinya satu pemikiran dan keinginan dengan mereka. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Alangkah banyaknya saudara tidak dilahirkan oleh ibu kandungmu.”



Allah Swt meminta kepada manusia supaya memilih sahabatnya dengan ekstra selektif. Seorang muslim mesti memilih sahabat yang memberi dampak positif bagi dirinya. Bersahabat yang positif adalah konsep berhubungan dengan sesama manusia dengan didasari oleh ketakwaan. Hubungan ini akan mengarahkan pemikiran dan hatinya ke satu arah kesempurnaan.


Jika seseorang telah bertakwa dan kehidupannya didasari oleh ketakwaan, secara otomatis ia akan menginginkan kebaikan dari sahabatnya dan akan selalu membimbingnya. Karena agama itu sendiri adalah kebaikan. Atas dasar itu, sahabat semacam ini akan selalu setia terhadap sahabatnya. Karena kesetiaan merupakan salah satu tanda keimanan.


Jika seseorang telah beriman dan bertakwa, ia pasti akan menolong sahabatnya, dan siap mendahulukannya daripada dirinya dan lebih mementingkan kehendaknya daripada kehendak sendiri. Karakter semacam ini hanya dimiliki oleh persaudaraan yang didasari oleh agama.


Allah Swt menginginkan setiap hubungan dengan sesama manusia hendaknya didasari oleh takwa. Karena hubungan semacam ini akan dimulai hanya demi menggapai keridhaan Allah, nabi dan para wali-Nya. Oleh sebab itu selama seorang muslim masih bartakwa, pada hakikatnya ia telah berpegang teguh pada tali Allah yang tidak akan pernah terkoyak.


Allah berfirman: Maka barang siapa yang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah berpegang teguh kepada tali yang kuat dan tak terkoyakkan. (QS. Al-Baqarah: 256)



Bersahabat yang didasari ketakwaan itu akan kekal hingga hari kiamat. Karena bersahabat yang didasari oleh iman kepada Allah akan memiliki tempat khusus di akhirat kelak. Akhirat adalah tempat terhamparnya keridhaan-Nya yang luas dan nikmat-nikmat-Nya yang kekal.


Oleh karena itu Allah berfirman dalam sebuat ayat-Nya: Pada saat itu (kiamat) orang-orang saling memusuhi sahabat mereka sendiri kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS. Az-Zukhruf: 67)


Allah Swt meneruskan cerita perjalanan persahabatan tersebut dari dunia ini hingga akhirat. Pada saat itu sahabat-sahabat seiman bertemu dengan sesama mereka di surga. Allah berfirman: Dan Kami telah mencabut segala jenis rasa dengki dari kalbu-kalbu mereka, sedangkan mereka dalam keadaan bersaudara duduk berhadapan di atas singgasana-singgasana. (QS. AI-Hijr: 47)


Mereka, para sahabat seiman di samping saling mencintai, bercakap-cakap dengan penuh bahagia sambil duduk berhadapan di atas singgasana-singgasana menjalani kehidupan mereka dengan penuh ketenteraman dan selalu mendapat curahan ridha Allah yang sangat agung.


Ringkas kata, orang-orang yang tidak memiliki rasa dengki terhadap sesama dan mencintai atas dasar kecintaan mereka kepada Allah adalah orang-orang yang bertakwa dan mukmin sejati. Rasulullah ﷺ bersabda: “Para makhluk adalah keluarga Allah. Makhluk yang paling dicintai oleh-Nya adalah orang yang mendatangkan manfaat bagi keluarga-Nya dan menghadiahkan kebahagiaan kepada rumah-rumah mereka.


Dana Mustadhafin

bottom of page