top of page

Berperan sebagai Teladan bagi Anak


Dalam proses mendidik anak, peran orang tua sebagai suri teladan amatlah penting. Pertama, orang tua harus menjadi suri teladan kesabaran dan kegigihan. Janganlah merasa bingung, kalut, dan resah sewaktu menghadapi musibah. Kedua, orang tua juga mesti mengerjakan terlebih dahulu segenap apa yang akan diperintahkan dan anjurkan kepada anak. Semisal, dalam memerintahkan sang anak agar salat tepat waktu, orang tua juga harus terlebih dahulu melaksanakannya secara tepat waktu.


Pada dasarnya, orang tua tidak berhak melambat-lambatkan salat hanya lantaran sibuk atau sedang menyelesaikan pekerjaan. Sebagai orang tua, Anda tentu memiliki pengaruh yang besar terhadap anak. Jadilah seorang mubalig, baik dari sisi penyampaian mau pun pengamalan. Belajarlah dengan tujuan mengamalkannya sendiri. Niscaya, anak-anak akan mengamalkannya pula.



Secara umum, seyogianya orang tua berusaha menjadikan diri sendiri sebagai panutan dan suri teladan anak-anak. Dengannya, mereka akan merasa amat membutuhkan petunjuk serta arahan orang tua, dan tidak mau mencontoh serta mengikuti orang selain orang tuanya.


Di satu sisi, proses pendidikan adalah pengamalan. Sementara di sisi lainnya adalah doktrin dan peringatan. Adakalanya, sebuah ucapan mampu mengubah bentuk kehidupan sang anak. Karenanya, orang tua mesti rajin-rajin mengingatkan dan menasihati anak-anaknya, serta menjadikan mereka bijak dan pandai. Sampaikanlah kepada mereka tentang nilai-nilai kepribadian yang sesuai dengan kehendak Allah serta tugas-tugas yang harus diemban.



Tegaskanlah kepada mereka keharusan untuk menjadi orang-orang yang gagah berani, cinta sesama, menjaga kehormatan diri dan masyarakat, serta senantiasa menjaga kemuliaan Islam dan Alquran. Sampaikanlah kepada mereka untuk selalu menjaga kesucian diri, menghargai diri, tidak berbuat hina dan tercela, tetap teguh dan tegar berjalan di jalan yang benar, membiasakan diri bersikap luhur dan mulia, serta menjadi insan kebanggaan masyarakat.


Pendidikan pada Masa Balig dan Remaja


Masa balig adalah masa yang amat sensitif dalam kehidupan setiap manusia; suatu masa yang penuh kesulitan. Perubahan yang terjadi pada tubuhnya (sang anak) secara berangsur-angsur akan mempengaruhi jiwa serta perilakunya. Dan pada akhirnya, jiwanya akan senantiasa bergolak. Keadaan ini ini akan terus berlangsung hingga ia mencapai usia 18-19 tahun, atau bahkan lebih.


Sosok orang tua sebagai pengemban tugas pendidikan anak, niscaya akan kebingungan dan menderita sewaktu menghadapi perubahan sikap anaknya itu. Ini lantaran sikap dan perilaku sang anak tidak seperti biasanya. Namun, kendati demikian, orang tua harus tetap meningkatkan pengawasan serta perhatiannya terhadap sang anak, serta terus berusaha menciptakan hubungan yang harmonis dengannya.



Awal fase ini dimulai sejak usia balig; bagi perempuan normal kurang lebih pada usia antara 13-14 tahun; dan laki­laki normal pada usia 15-16 tahun. Adapun fase akhir masa remaja, berdasarkan pendapat para psikolog, adalah usia antara 24 hingga 28 tahun. Tugas dan kewajiban orang tua dalam mendidik anaknya akan berakhir saat sang anak telah berusia 20-21 tahun. Pada saat itu, sang anak telah mencapai fase di mana dirinya sudah mampu berdiri sendiri.


Bila mereka melakukan suatu pekerjaan dengan baik, lontarkanlah pujian dan dukungan. Adapun bila melakukan suatu kesalahan atau kekhilafan, perlakukanlah mereka dengan cara lembut, bijak, seraya memberi maaf. Cara semacam itu niscaya akan berpengaruh positif terhadap proses pembinaannya, sekaligus menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri sang anak. Bila anak tidak memperoleh ruang yang layak dalam rumahnya serta tidak mendapatkan dukungan orang tua, lalu siapa lagi yang dapat diharapkannya?



Dalam lingkungan rumah tangga, banyak kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan keberanian dalam jiwa sang anak. Kenalkanlah mereka pada tugas dan tanggung jawab masing-masing. Setelah itu, bantu dan dampingi mereka dalam menjalankan tugas tersebut.


Namun jangan sampai sikap lembut orang tua itu disalahgunakan dan dimanfaatkan sang anak untuk bermanja-manja. Selain itu, orang tua juga harus memperlakukan sang anak dengan bijak dan sesuai dengan aturan-aturan yang semestinya. Alhasil, orang tua harus menjelaskan pendapat dan keyakinannya, agar anak-anak dapat memahami bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Dan agar mereka berusaha untuk melaksanakan apa yang orang tua inginkan.


*Disarikan dari buku karya Dr. Ali Qaimi - Menggapai Langit Masa Depan Anak

Comments


bottom of page