top of page

Sejarah Pensyariatan Khumus

Diperbarui: 26 Apr 2022


Khumus disyariatkan pada tahun kedua hijrah Nabi saw. Mengenai kapan dan mengapa pensyariatan khumus, para mufassir dan sejarawan berbeda pendapat. Ayat khumus terletak di tengah surat kedelapan Alquran, yaitu Al-Anfal.


Dan ketahuilah bahwa apa pun yang kalian peroleh, maka seperlimanya untuk Allah, Rasul, Al-Qurba (Kerabat Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil. Jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari furqan, di hari pertemuan antara dua kelompok. Dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 41)



Pendapat mereka terkait kapan turunnya surat ini dan ayat khumus secara umum dapat dijelaskan dalam beberapa poin berikut:


1. Para sejarawan meriwayatkan: Abdullah bin Jahsy telah keluar untuk sebuah ekspedisi unta pada bulan Rajab tahun kedua Hijrah. Dia mendapatkan ghanimah dan menyisihkan khumus (seperlima) dari ghanimah itu sebelum adanya syariat khumus. Setelah itu, turunlah ayat khumus (Ibnu Hisyam, al-Sirah al Nabawiyyah 1/603). Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa syariat khumus terjadi pada tahun kedua Hijrah dan pada bulan Rajab serta sebelum perang Badar.


2. Para mufassir hampir bersepakat bahwa ayat khumus turun pada perang Badar di bulan Ramadan pada tahun kedua Hijrah dengan bukti bahwa Allah Swt menceritakan apa yang terjadi di perang Badar itu dalam surat al Anfal. (Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf 2/112)



3. Dalam kitaf tafsir al-Kalbi disebutkan bahwa pada waktu itu, perang badar, khumus belum disyariatkan. Khumus disyariatkan pada perang Uhud. Pada saat itu turunlah ayat khumus dan kaum Muslimin memahami bahwa mereka tidak mempunyai hak dalam ghanimah, dan ia milik Rasulullah saw. Lalu mereka berkata: “Ya Rasulullah, kami patuh dan taat. Lakukanlah apa Anda inginkan.” Kemudian turunlah ayat: “Dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya sesuatu yang telah kalian dapatkan berupa sesuatu...” Maksudnya, ghanimah setelah Badar. (Al-Thabarsi, Majma’ al-Bayan 7/101)


Adalah pendapat yang unik karena kontra dengan pendapat mayoritas para mufassir tentang turunnya surat Al-Anfal dan turunnya ayat ghanimah pada peristiwa Badar atau setelahnya.


4. Penulis Tafsir Al-Mizan berpendapat bahwa surat ini turun setelah perang Badar. Karena;

pertama, Allah Swt menceritakan dalam surat itu tentang adanya perselisihan antara orang-orang yang mengambil ghanimah dari kaum Muslimin.


Kedua, adanya pembicaraan yang ter jadi antara Rasulullah saw dan kaum Muslimin tentang urusan tawanan sebagaimana yang disinggung dalam sumber-sumber sejarah. Kemudian Allah mengizinkan orang-orang yang mendapatkan ghanimah untuk memakan apa yang mereka peroleh, dan pemberian izin ini tidak mungkin terjadi kecuali setelah terjadi dan berakhirnya perang. (Al-Thabathaba’i, al-Mizan 5/9)



Boleh jadi pendapat Alamah Thabathaba’i ini benar, karena pendapat pertama adalah riwayat Ibnu Hisyam dari Abdullah bin Jahsy, dan pendapat ketiga bertentangan dengan konteks surat al-Anfal. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa khumus disyariatkan pada pertengahan perang Badar. Apa yang disebutkan oleh Alamah Thabathaba’i membuat kami yakin pada pendapatnya bahwa ayat khumus turun setelah perang Badar dan saat pembagian ghanimah.


Atas dasar itulah terdapat semacam kesepakatan bahwa ayat khumus turun pada tahun kedua Hijrah. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang turunnya ayat ini; apakah di sela-sela perang Badar atau setelah perang Badar.


*Disadur dari buku Khumus, Hukum dan Penyalurannya – Abdul Aly al-Sayf


bottom of page