top of page

Apakah Modal Kerja dan Usaha Dikenai Wajib Khumus?


Setelah diketahui tentang jenis-jenis harta yang tidak dikenai khumus, berikut adalah jenis harta yang wajib khumus sesuai fatwa Ayatullah Udzma Sayyid Ali Khamenei, yaitu modal untuk kerja dan usaha perdagangan:


a. Modal


Modal yang diperoleh dari pendapatan dan kerja (baik dalam bentuk gaji ataupun bukan) dikenai wajib khumus. Karena itu, seseorang yang memberikan hartanya sebagai mudharabah (modal kerja sama) dengan yang lainnya, maka dia wajib untuk membayarkan khumusnya. Demikian juga laba dari hasil perdagangan modal, maka jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan hidup tidak dikenai khumus dan sisa dari pengeluaran tahunan akan dikenai khumus. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 895 dan 952)


Catatan:

  • Seseorang yang membeli sebidang tanah dari pendapatan tahunannya untuk menjualnya kembali dan uangnya hendak dia pergunakan untuk membangun rumah, maka wajib baginya untuk membayarkan khumusnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 916)

  • Seseorang yang membangun atau mempersiapkan rumah dalam beberapa tingkat supaya bisa menyewakan sebagiannya lalu dia gunakan uang sewanya untuk biaya kehidupannya, maka wajib baginya untuk membayarkan khumus dari bagian rumah yang dia sewakan tersebut [karena bagian rumah yang dia sewakan tersebut memiliki hukum modal]. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 961)

  • Tanah mati (lahan tidur) yang dihidupkan untuk diubah menjadi kebun buah akan dikenai wajib khumus setelah dikurangi dengan biaya yang dipergunakan untuk menghidupkannya. Terdapat pilihan bagi pemiliknya untuk membayarkan khumusnya dalam bentuk penyerahan tanah (itu sendiri) atau menggantinya dengan uang yang disesuaikan dengan harganya saat ini. Jika modal berada dalam tingkat yang pas-pasan untuk mencukupi kehidupan sehingga dengan membayarkan khumusnya, sisa penghasilan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup, maka dalam hal ini tidak dikenai wajib khumus. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 968)


Dalam kerja sama:

  • Wajib bagi setiap mitra kerja untuk membayar khumus masing-masing saham yang mereka miliki. Karena itu, mereka yang menyelenggarakan pembentukan sekolah-sekolah swasta wajib bagi setiap pemodal untuk memberikan khumus dari apa yang mereka letakkan sebagai modal bersama. Demikian pula ketika mereka mendapatkan keuntungan dari modal bersama maka wajib bagi masing-masing pemodal untuk membayarkan khumus sisa kebutuhan hidup dari sahamnya sendiri pada awal tahun khumus. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 921, 940 dan 941)

  • Selama seluruh anggota kerja sama belum membayarkan khumus dari saham yang dimilikinya, maka tidak ada kebolehan untuk mempergunakan modal bersama tersebut. Jika mitra-mitra kerjanya tidak berkenan untuk membayarnya, maka dia harus melepaskan diri dari melakukan kerja sama dengan mereka, kecuali bila hal ini akan menimbulkan kerugian baginya atau meninggalkannya akan menimbulkan kesulitan baginya, yang dalam keadaan ini dia bisa melanjutkan kerja samanya dengan mereka. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 941)

  • Pembayaran khumus modal usaha bersama dan hasil keuntungannya menjadi kewajiban bagi masing-masing personal anggota yang hal ini disesuaikan dengan sahamnya dari majemuk kepemilikan usaha bersama tersebut, sedangkan pembayaran yang dilakukan oleh kepala usaha bergantung pada izin atau perwakilan para pemodal usaha. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 922)

  • Setelah masing-masing anggota membayarkan khumus bagiannya dari modal bersama, maka majemuk modal tidak lagi dikenai wajib khumus. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 921)

b. Perlengkapan Kerja



Perlengkapan dan peralatan kerja mempunyai hukum modal yang jika harta tersebut diperoleh dari penghasilan, maka dikenai wajib khumus. Karena itu, mobil yang dibeli untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kerja dan penghasilannya wajib untuk dikhumuskan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 887, 924 dan 972)


Catatan:


Seseorang yang menjual seluruh perlengkapan rombongan haji yang merupakan milik pribadinya (yang semasa dia memegang tanggung jawab sebagai pemimpin rombongan haji dia senantiasa mempergunakan perlengkapan ini) kepada Lembaga Haji, jika perlengkapan ini dia beli dengan harta yang telah dikhumusi, maka uang penjualannya tidak dikenai wajib khumus. Adapun jika tidak demikian, maka dia harus membayar khumusnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 959)


c. Modal yang Berkembang

  • Barang-barang yang mengalami kenaikan harga dan ada pihak yang mau membelinya namun pemilik tidak mau menjualnya karena mengharapkan keuntungan yang lebih banyak, maka setelah sampai pada tahun khumus dia harus membayar khumus kenaikan harga tersebut. Tetapi barang yang tidak terjual hingga awal tahun karena tidak ada pihak yang mau membelinya, maka pada saat tersebut tidak ada kewajiban baginya untuk membayar khumus dari kenaikan harga, melainkan keuntungan dari hasil penjualannya pada masa yang akan datang terhitung sebagai keuntungan pada tahun penjualan. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 960)

  • Bila seseorang membeli barang dengan harta yang telah dikhumusi dengan tujuan untuk menjualnya, kemudian dia menjualnya setelah beberapa waktu, kelebihan dari harga pembelian dianggap sebagai keuntungan penghasilan sehingga apa yang tersisa dari kebutuhan hidup tahunannya akan dikenai wajib khumus. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 964)


bottom of page