Pada masa Rasulullah ﷺ masih hidup, ayat suci ini turun: “Apabila perbuatan baik kamu lakukan, sesungguhnya kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Begitu pula apabila perbuatan buruk yang kamu lakukan, akibatnya akan kembali kepadamu.” (QS. Al-Isra’: 7)
Salah seorang sahabat sangat terpukau dengan keindahan makna ayat ini. Karena itu, dia selalu membacanya siang dan malam. Kemudian dikisahkan bahwa seorang perempuan Yahudi memendam rasa dengki kepada sahabat tersebut. Kedengkiannya itu begitu membara, sehingga dia berkata kepada dirinya sendiri: “Tunggulah sampai aku lakukan perbuatan ini.”
Perempuan Yahudi itu lalu membuat manisan, kemudian mencampurinya dengan racun. Setelah jadi, dia memberikannya kepada sahabat itu. Sang sahabat menerimanya, lalu membungkusnya untuk dibawa.
Baca juga: Perbuatan Baik Akan Membawa Keselamatan
Sahabat itu lalu pergi ke sebuah padang tandus dan di sana melihat dua orang anak muda yang tampak keletihan karena perjalanan jauh. Sahabat itu bertanya kepada kedua orang tadi: “Apakah kalian suka manisan ini?”
“Ya”, jawab mereka. Sahabat itu lalu meletakkan manisan tersebut di sisi kedua anak muda itu, beserta sedikit roti. Setelah memakannya, mereka lalu tersungkur dan mati. Ketika sampai kabar tentang itu ke Madinah, orang-orang Madinah lalu menangkap sahabat itu dan menghadapkannya kepada Rasulullah ﷺ.
Beliau ﷺ bertanya: “Manisan dan roti itu, dari mana kau mendapatkannya?”
Sahabat menjawab: “Seorang perempuan Yahudi yang memberikannya kepada saya.”
Baca juga: Akhirat, Sebaik-baik Tempat Kembali
Mereka pun lalu mencari perempuan Yahudi itu. Ketika perempuan Yahudi itu tiba, dia melihat dua jenazah anak muda itu di hadapannya. Dua anak muda itu ternyata adalah kedua putranya yang datang dari sebuah perjalanan. Perempuan Yahudi itu lalu menjatuhkan dirinya di hadapan Rasulullah ﷺ seraya berkata: “Kebenaran maqammu ini membuat saya paham bahwa apabila perbuatan buruk kulakukan, maka itu berarti aku telah melakukannya kepada diriku sendiri. Akibatnya akan kembali kepadaku, dan akhirnya aku memahami makna sebenarnya ayat itu.”
*Dikutip dari 40 Kisah Keagungan Alquran – Musthofa Muhammadi
Dana Mustadhafin
Comments