top of page

Larangan Berprasangka Buruk

Diperbarui: 7 Des 2021



Islam melarang kita untuk berprasangka buruk terhadap sesama, hal ini menyebabkan kita senantiasa merasa curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Dan jika hal ini terjadi, khususnya jika mereka adalah sahabat kita, maka hal itu akan memutuskan tali persahabatan dengannya. Sebagai akibatnya, jika kita ingin menjalin hubungan sosial dengan mereka, kita akan mengalami kesulitan.


Berkenaan dengan ini Sayidina Ali mengajarkan satu kaidah universal kepada umat manusia dalam menanggapi setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Beliau berkata: “Tafsirkanlah segala kelakuan dan ucapan yang keluar dari sahabatmu dengan penafsiran yang terbaik.” Artinya, jika sahabat atau orang lain mengerjakan suatu pekerjaan yang memiliki sisi penafsiran yang positif dan negatif sekaligus, maka seyogyanya kita memilih penafsiran positif dan jangan tergesa-gesa menganggap hal itu negatif. Artinya, kita jangan berburuk sangka terhadap setiap kata yang keluar dari mulut mereka ketika kita masih bisa menafsirkannya dengan kebaikan.



Kita asumsikan, seseorang mengerjakan suatu pekerjaan, dan kita memperkirakan bahwa 99% ia berniat buruk dengan perbuatannya itu dan satu 1% berniat baik. Maka kita harus meyakinkan kepada diri kita bahwa sangat mungkin ia menggerakan yang 1% tersebut. Cara menilai semacam ini sesuai dengan teori keadilan Islam. Dengan bersikap seperti ini setiap orang yang mendapat tuduhan (mengerjakan sebuah kejahatan) akan bebas kecuali tindak kriminalnya sudah terbukti.


Sayidina Ali as berkata: “Jangan sampai prasangka buruk mengalahkanmu, karena jika hal itu terjadi, rasa saling memaafkan akan sirna dari hatimu dan sahabatmu.”


Di antara anggota masyarakat kadang-kadang ditemukan sebagian kelompok yang ketika mendengar ucapan-ucapan baik dari seseorang, mereka akan mengubahnya dengan ungkapan-ungkapan yang menjijikkan (sehingga orang lain akan membenci orang tersebut). Hal ini tidak lain disebabkan oleh ketidaksiapan mereka melihat kebaikan orang lain. Orang semacam ini adalah orang yang paling berprasangka buruk dan memandang kehidupan dengan kacamata negatif.



Ada sebagian orang yang kegiatan sehari-harinya adalah senantiasa berprasangka buruk (terhadap setiap kelakuan orang lain). Ketika ia ditegur supaya membuang jauh-jauh karakter negatif ini, sebagai jawabannya ia akan mengatakan bahwa berprasangka buruk adalah tanda kecerdasan dan kecerdikan. Sebenarnya ia tidak mengetahui bahwa berprasangka buruk tidak hanya bukan tanda kecerdasan dan kecerdikan, bahkan bertentangan dengan teori keadilan, akal sehat, dan hukum syariat. Lebih-lebih jika prasangka buruk itu dijadikan dasar dan sandaran untuk menjatuhkan hukuman atas seseorang.


Sayidina Ali menganjurkan kita untuk selalu mempererat tali persahabatan dengan orang lain. Beliau berkata: “Barang siapa yang selalu menentang dan mengkritik para sahabatnya (dengan cara mencari-cari kesalahannya), maka sahabatnya akan menjadi sedikit, dan mereka pun akan lari dari sisinya.”


Seorang penyair Arab berkata: “Jika kamu selalu mencerca sahabat-sahabatmu dalam setiap perkara, niscaya kamu tidak akan menemukan orang kecuali kamu akan mencercanya.”


Dalam persahabatan, kita tidak akan menemukan orang yang tanpa cacat. Oleh karena itu, apabila kita selalu ingin mengkritik dan mencari kesalahan orang lain maka kita tidak akan memperoleh sahabat.


Dana Mustadhafin

bottom of page